Teka-teki
yang terus berputar di dalam benak semua orang selama ribuan tahun,
dari awal hingga akhir merupakan misteri yang tidak dapat dijelaskan.
Meskipun sejarawan mengatakan ia didirikan pada tahun 2000 lebih SM,
namun pendapat yang demikian malah tidak bisa menjelaskan kebimbangan
yang diinisiasikan oleh sejumlah besar penemuan hasil penelitian.
Sejarah Mitos dan Temuan Arkeologi
Sejak
abad ke-6 SM, Mesir merupakan tempat pelarian kerajaan Poshi, yang
kehilangan kedudukannya setelah berdiri lebih dari 2.000 tahun, menerima
kekuasaan yang berasal dari luar yaitu kerajaan Yunani, Roma, kerajaan
Islam serta kekuasaan bangsa lain. Semasa itu sejumlah besar karya
terkenal zaman Firaun dihancurkan, aksara dan kepercayaan agama bangsa
Mesir sendiri secara berangsur-angsur digantikan oleh budaya lain,
sehingga kebudayaan Mesir kuno menjadi surut dan hancur, generasi
belakangan juga kehilangan sejumlah besar peninggalan yang dapat
menguraikan petunjuk yang ditinggalkan oleh para pendahulu.
Tahun
450 SM, setelah seorang sejarawan Yunani berkeliling dan tiba di Mesir,
membubuhkan tulisan: Cheops, (aksara Yunani Khufu), konon katanya,
hancur setelah 50 tahun. Dalam batas tertentu sejarawan Yunani tersebut
menggunakan kalimat “konon katanya”, maksudnya bahwa kebenarannya perlu
dibuktikan lagi. Namun, sejak itu pendapat sejarawan Yunani tersebut
malah menjadi kutipan generasi belakangan sebagai bukti penting bahwa
piramida didirikan pada dinasti kerajaan ke-4.
Selama
ini, para sejarawan menganggap bahwa piramida adalah makam raja. Dengan
demikian, begitu membicarakan piramida, yang terbayang dalam benak
secara tanpa disadari adalah perhiasan dan barang-barang yang gemerlap.
Dan, pada tahun 820 M, ketika gubernur jenderal Islam Kairo yaitu
Khalifah Al-Ma’mun memimpin pasukan, pertama kali menggali jalan rahasia
dan masuk ke piramida, dan ketika dengan tidak sabar masuk ke ruangan,
pemandangan yang terlihat malah membuatnya sangat kecewa. Bukan saja
tidak ada satu pun benda yang biasanya dikubur bersama mayat, seperti
mutiara, maupun ukiran, bahkan sekeping serpihan pecah belah pun tidak
ada, yang ada hanya sebuah peti batu kosong yang tidak ada penutupnya.
Sedangkan tembok pun hanya bidang yang bersih kosong, juga tak ada
sedikit pun ukiran tulisan.
Kesimpulan
para sejarawan terhadap prestasi pertama kali memasuki piramida ini
adalah “mengalami perampokan benda-benda dalam makam”. Namun, hasil
penyelidikan nyata menunjukkan, kemungkinan pencuri makam masuk ke
piramida melalui jalan lainnya adalah sangat kecil sekali. Di bawah
kondisi biasa, pencuri makam juga tidak mungkin dapat mencuri tanpa
meninggalkan jejak sedikit pun, dan lebih tidak mungkin lagi menghapus
seluruh prasasti Firaun yang dilukiskan di atas tembok. Dibanding dengan
makam-makam lain yang umumnya dipenuhi perhiasan-perhiasan dan harta
karun yang berlimpah ruah, piramida raksasa yang dibangun untuk
memperingati keagungan raja Firaun menjadi sangat berbeda.
Selain
itu, dalam catatan “Inventory Stela” yang disimpan di dalam museum
Kairo, pernah disinggung bahwa piramida telah ada sejak awal sebelum
Khufu meneruskan takhta kerajaan. Namun, oleh karena catatan pada batu
prasasti tersebut secara keras menantang pandangan tradisional, terdapat
masalah antara hasil penelitian para ahli dan cara penulisan pada buku,
selanjutnya secara keras mengecam nilai penelitiannya. Sebenarnya dalam
keterbatasan catatan sejarah yang bisa diperoleh, jika karena pandangan
tertentu lalu mengesampingkan sebagian bukti sejarah, tanpa disadari
telah menghambat kita secara obyektif dalam memandang kedudukan sejarah
yang sebenarnya.
Teknik Bangunan yang Luar Biasa
Di
Mesir, terdapat begitu banyak piramida berbagai macam ukuran, standarnya
bukan saja jauh lebih kecil, strukturnya pun kasar. Di antaranya
piramida yang didirikan pada masa kerajaan ke-5 dan 6, banyak yang sudah
rusak dan hancur, menjadi timbunan puing, seperti misalnya piramida
Raja Menkaure seperti pada gambar. Kemudian, piramida besar yang
dibangun pada masa yang lebih awal, dalam sebuah gempa bumi dahsyat pada
abad ke-13, di mana sebagian batu ditembok sebelah luar telah hancur,
namun karena bagian dalam ditunjang oleh tembok penyangga, sehingga
seluruh strukturnya tetap sangat kuat. Karenanya, ketika membangun
piramida raksasa, bukan hanya secara sederhana menyusun 3 juta batu
menjadi bentuk kerucut, jika terdapat kekurangan pada rancangan
konstruksi yang khusus ini, sebagian saja yang rusak, maka bisa
mengakibatkan seluruhnya ambruk karena beratnya beban yang ditopang.
Lagi
pula, bagaimanakah proyek bangunan piramida raksasa itu dikerjakan,
tetap merupakan topik yang membuat pusing para sarjana. Selain
mempertimbangkan sejumlah besar batu dan tenaga yang diperlukan, faktor
terpenting adalah titik puncak piramida harus berada di bidang dasar
tepat di titik tengah 4 sudut atas. Karena jika ke-4 sudutnya miring dan
sedikit menyimpang, maka ketika menutup titik puncak tidak mungkin
menyatu di satu titik, berarti proyek bangunan ini dinyatakan gagal.
Karenanya, merupakan suatu poin yang amat penting, bagaimanakah
meletakkan sejumlah 2,3 juta -2,6 juta buah batu besar yang setiap
batunya berbobot 2,5 ton dari permukaan tanah hingga setinggi lebih dari
seratus meter di angkasa dan dipasang dari awal sampai akhir pada
posisi yang tepat.
Seperti
yang dikatakan oleh pengarang Graham Hancock dalam karangannya “Sidik
Jari Tuhan”: Di tempat yang terhuyung-huyung ini, di satu sisi harus
menjaga keseimbangan tubuh, dan sisi lainnya harus memindahkan satu demi
satu batu yang paling tidak beratnya 2 kali lipat mobil kecil ke atas,
diangkut ke tempat yang tepat, dan mengarah tepat pada tempatnya, entah
apa yang ada dalam pikiran pekerja-pekerja pengangkut batu tersebut.
Meskipun ilmu pengetahuan modern telah memperkirakan berbagai macam cara
dan tenaga yang memungkinkan untuk membangun, namun jika
dipertimbangkan lagi kondisi riilnya, akan kita temukan bahwa
orang-orang tersebut tentunya memiliki kemampuan atau kekuatan fisik
yang melebihi manusia biasa, baru bisa menyelesaikan proyek raksasa
tersebut serta memastikan keakuratan maupun ketepatan presisinya.
Terhadap
hal ini, Jean Francois Champollion yang mendapat sebutan sebagai “Bapak
Pengetahuan Mesir Kuno Modern” memperkirakan bahwa orang yang
mendirikan piramida berbeda dengan manusia sekarang, paling tidak dalam
“pemikiran mereka mempunyai tinggi tubuh 100 kaki yang tingginya sama
seperti manusia raksasa”. Ia berpendapat, dilihat dari sisi pembuatan
piramida, itu adalah hasil karya manusia raksasa.
Senada
dengan itu, Master Li Hongzhi dalam ceramahnya pada keliling Amerika
Utara tahun 2002 juga pernah menyinggung kemungkinan itu. “Manusia tidak
dapat memahami bagaimana piramida dibuat. Batu yang begitu besar
bagaimana manusia mengangkutnya? Beberapa orang manusia raksasa yang
tingginya lima meter mengangkut sesuatu, itu dengan manusia sekarang
memindahkan sebuah batu besar adalah sama. Untuk membangun piramida itu,
manusia setinggi lima meter sama seperti kita sekarang membangun sebuah
gedung besar.”
Pemikiran
demikian mau tidak mau membuat kita membayangkan, bahwa piramida
raksasa dan sejumlah besar bangunan batu raksasa kuno yang ditemukan di
berbagai penjuru dunia telah mendatangkan keraguan yang sama kepada
semua orang: tinggi besar dan megah, terbentuk dengan menggunakan
susunan batu yang sangat besar, bahkan penyusunannya sangat sempurna.
Seperti misalnya, di pinggiran kota utara Mexico ada Kastil Sacsahuaman
yang disusun dengan batu raksasa yang beratnya melebihi 100 ton lebih,
di antaranya ada sebuah batu raksasa yang tingginya mencapai 28 kaki,
diperkirakan beratnya mencapai 360 ton (setara dengan 500 buah mobil
keluarga). Dan di dataran barat daya Inggris terdapat formasi batu
raksasa, dikelilingi puluhan batu raksasa dan membentuk sebuah bundaran
besar, di antara beberapa batu tingginya mencapai 6 meter. Sebenarnya,
sekelompok manusia yang bagaimanakah mereka itu? Mengapa selalu
menggunakan batu raksasa, dan tidak menggunakan batu yang ukurannya
dalam jangkauan kemampuan kita untuk membangun?
Sphinx,
singa bermuka manusia yang juga merupakan obyek penting dalam
penelitian ilmuwan, tingginya 20 meter, panjang keseluruhan 73 meter,
dianggap didirikan oleh kerjaan Firaun ke-4 yaitu Khafre. Namun, melalui
bekas yang dimakan karat (erosi) pada permukaan badan Sphinx, ilmuwan
memperkirakan bahwa masa pembuatannya mungkin lebih awal, paling tidak
10 ribu tahun silam sebelum Masehi.
Seorang
sarjana John Washeth juga berpendapat: Bahwa Piramida raksasa dan
tetangga dekatnya yaitu Sphinx dengan bangunan masa kerajaan ke-4
lainnya sama sekali berbeda, ia dibangun pada masa yang lebih purbakala
dibanding masa kerajaan ke-4. Dalam bukunya “Ular Angkasa”, John Washeth
mengemukakan: perkembangan budaya Mesir mungkin bukan berasal dari
daerah aliran sungai Nil, melainkan berasal dari budaya yang lebih awal
dan hebat yang lebih kuno ribuan tahun dibanding Mesir kuno, warisan
budaya yang diwariskan yang tidak diketahui oleh kita. Ini, selain
alasan secara teknologi bangunan yang diuraikan sebelumnya, dan yang
ditemukan di atas yaitu patung Sphinx sangat parah dimakan karat juga
telah membuktikan hal ini.
Ahli
ilmu pasti Swalle Rubich dalam “Ilmu Pengetahuan Kudus” menunjukkan:
pada tahun 11.000 SM, Mesir pasti telah mempunyai sebuah budaya yang
hebat. Pada saat itu Sphinx telah ada, sebab bagian badan singa bermuka
manusia itu, selain kepala, jelas sekali ada bekas erosi. Perkiraannya
adalah pada sebuah banjir dahsyat tahun 11.000 SM dan hujan lebat yang
silih berganti lalu mengakibatkan bekas erosi.
Perkiraan
erosi lainnya pada Sphinx adalah air hujan dan angin. Washeth
mengesampingkan dari kemungkinan air hujan, sebab selama 9.000 tahun di
masa lalu dataran tinggi Jazirah, air hujan selalu tidak mencukupi, dan
harus melacak kembali hingga tahun 10000 SM baru ada cuaca buruk yang
demikian. Washeth juga mengesampingkan kemungkinan tererosi oleh angin,
karena bangunan batu kapur lainnya pada masa kerajaan ke-4 malah tidak
mengalami erosi yang sama. Tulisan berbentuk gajah dan prasasti yang
ditinggalkan masa kerajaan kuno tidak ada sepotong batu pun yang
mengalami erosi yang parah seperti yang terjadi pada Sphinx.
Profesor
Universitas Boston, dan ahli dari segi batuan erosi Robert S. juga
setuju dengan pandangan Washeth sekaligus menujukkan: Bahwa erosi yang
dialami Sphinx, ada beberapa bagian yang kedalamannya mencapai 2 meter
lebih, sehingga berliku-liku jika dipandang dari sudut luar, bagaikan
gelombang, jelas sekali merupakan bekas setelah mengalami tiupan dan
terpaan angin yang hebat selama ribuan tahun.
Washeth
dan Robert S. juga menunjukkan: Teknologi bangsa Mesir kuno tidak
mungkin dapat mengukir skala yang sedemikian besar di atas sebuah batu
raksasa, produk seni yang tekniknya rumit.
Jika
diamati secara keseluruhan, kita bisa menyimpulkan secara logis, bahwa
pada masa purbakala, di atas tanah Mesir, pernah ada sebuah budaya yang
sangat maju, namun karena adanya pergeseran lempengan bumi, daratan batu
tenggelam di lautan, dan budaya yang sangat purba pada waktu itu
akhirnya disingkirkan, meninggalkan piramida dan Sphinx dengan
menggunakan teknologi bangunan yang sempurna.
Dalam
jangka waktu yang panjang di dasar lautan, piramida raksasa dan Sphinx
mengalami rendaman air dan pengikisan dalam waktu yang panjang, adalah
penyebab langsung yang mengakibatkan erosi yang parah terhadap Sphinx.
Karena bahan bangunan piramida raksasa Jazirah adalah hasil teknologi
manusia yang tidak diketahui orang sekarang, kemampuan erosi tahan
airnya jauh melampaui batu alam, sedangkan Sphinx terukir dengan
keseluruhan batu alam, mungkin ini penyebab yang nyata piramida raksasa
dikikis oleh air laut yang tidak tampak dari permukaan.
Keterangan
gambar: Sphinx yang bertetangga dekat dengan piramida raksasa
kelihatannya sangat kuno. Para ilmuwan memastikan bahwa dari badannya,
saluran dan irigasi yang seperti dikikis air, ia pernah mengalami
sebagian cuaca yang lembab, karenanya memperkirakan bahwa ia sangat
berkemungkinan telah ada sebelum 10 ribu tahun silam.
Selama
4000 tahun, orang heran dan berusaha memecahkan misteri untuk apa
pyramida dibangun. Pyramida adalah makam Raja Khufu, itu orang sudah
tahu, tetapi sebegitu pentingkah makam itu sehingga harus dibuat dalam
bentuk pyramida yang demikian sulit pembuatannya? Nakht, seorang
penduduk Mesir yang ikut bekerja membangun pyramida selama 40 tahun,
menceritakan kesaksiannya.
Pyramid
dibangun berdasarkan pengamatan astronomis. Orang Mesir adalah
ahli-ahli astronomi. Mereka sangat pandai membaca pergerakan bintang di
langit. Langit di atas gurun pasir yang luas tak bertepi menjadi pusat
orientasi hidup mereka. Dari posisi dan pergerakan bintang-bintang
mereka meramalkan musim, menghitung waktu terbaik untuk mulai menanam
gandum, meramalkan datangnya banjir dan badai. Dari pengamatan langit,
mereka menemukan adanya sebuah titik hitam yang dikelilingi beberapa
bintang. Bintang-bintang itu selalu berubah posisi, tetapi titik hitam
itu tidak pernah berubah. Orang Mesir kemudian menganggap titik hitam
itu adalah surga. Suatu tempat yang abadi. Tak pernah berubah.
Raja
Khufu ingin memperoleh keabadian setelah ia mati. Ia ingin menuju surga
yang telah dilihatnya di langit. Maka ia memerintahkan untuk membuat
suatu bangunan yang dapat menghantarkan jasadnya berangkat menuju ke
keabadian. Oleh para arsitek dan penasehat ahli kerajaan, disepakati
bahwa bangunan yang akan menghantarkan jasad Raja Khufu ke surga itu
berbentuk pyramida. Bentuk pyramida diyakini sebagai simbol kehidupan …
Alkisah,
Nakht adalah penduduk Mesir yang tinggal di sebuah desa, di tepian
sungai Nil. Setiap awal musim panas, utusan Raja Khufu menyusuri
desa-desa di sepanjang sungai Nil, mencari laki-laki yang kuat dan tegap
untuk dipekerjakan membangun pyramida. Nakht bersama adik lelakinya,
Deba, terpilih oleh Kaem-Ah, sang utusan Raja. Maka pada tahun 2480 SM
berangkatlah mereka ke Giza. Sebelumnya, ayah dan kakek Nakht pun telah
dipanggil untuk bekerja membangun pyramida.
Kakek
Nakht bercerita, ia bekerja membuat tangga menuju ke langit. Bagaimana
pun berusaha, Nakht tidak pernah bisa membayangkan, tangga menuju langit
itu seperti apa. Setelah beberapa hari menyusuri sungai Nil, tibalah
mereka di Sakkara. Di tempat itu Nakht melihat tangga berbentuk
pyramida, dan barulah dia paham apa yang dikerjakan kakeknya dulu.
Pyramida di Sakkara ini dibangun sekitar 60 tahun sebelum Raja Khufu
bertahta.
Setelah
berlayar di sungai Nil selama 11 hari, sampailah Nakht dan Deba di
Giza, 10 mil selatan Cairo. Pertama-tama mereka ditempatkan di
pertambangan batu, tempat ribuan pekerja memotong batu dari bukit,
membentuknya menjadi blok-blok segi empat yang akan disusun menjadi
pyramida. Blok-blok batu yang beratnya sekitar 2,5 ton ini dibawa ke
lokasi pembangunan pyramida yang berjarak 0,5 mil dengan cara ditarik.
Nakht dan Deba diberi tugas membawa air untuk membasahi permukaan jalan
tanah yang akan dilewati blok batu. Karena tanah di Giza berupa lempung,
jika dibasahi akan menjadi licin dan memudahkan blok batu ditarik.
Pekerja memotong batu di pertambangan di Giza
Pyramida
Khufu mulai dibangun pada 2480 SM. Dibutuhkan 6 juta ton batu untuk
membangun pyramida ini, terdiri atas 2,5 juta buah blok batu yang
masing-masing beratnya sekitar 2,5 ton. Pada setiap periode, 25.000
orang bekerja secara bersamaan. Semua dikoordinasi dengan sangat rapi.
Setiap orang punya tempat bekerjanya masing-masing, tahu tujuan
pekerjaannya. Setiap blok batu ditulisi nomor identitas, sehingga jelas
di posisi mana batu tersebut akan ditempatkan dalam pyramida. Pekerja
dibagi dalam beberapa kelompok, ada kelompok pemotong batu, penulis
identitas batu, dan penarik batu. Mereka bekerja selama 9 hari
berturut-turut, dan istirahat pada hari ke 10.
Tidak
lama bekerja sebagai pembawa air, Nakht dan Deba dipindahkan bekerja di
lokasi pembangunan pyramida. Pekerja di lokasi pyramida memiliki
‘gengsi’ lebih tinggi dari pada pekerja di pertambangan batu, karena
hanya pekerja terpilih yang boleh masuk ke lokasi pembangunan pyramida.
Yunu, pimpinan pekerja di pyramida menilai Nakht dan Deba memiliki
kecerdasan tinggi, sehingga dengan cepat diberi tugas-tugas yang lebih
penting.
Pada
pembangunan pyramida, tukang batu adalah tenaga kerja terpenting. Mereka
menghaluskan blok-blok batu yang baru dikirim dari pertambangan,
memastikan ukurannya benar-benar tepat. Di lokasi pembangunan pyramida,
Nakht dan Deba ditugaskan menempatkan blok-blok batu pada lokasi yang
sudah ditentukan. Batu-batu itu ditarik ke atas melalui jalan landai
yang dibangun khusus di samping pyramida. Pekerjaan menarik batu ini
sangatlah berat. Sebuah blok batu seberat 2,5 ton ditarik oleh 20 – 30
orang. Untuk menempatkannya pada posisi di pyramida, digunakan katrol
yang ditempatkan pada sebuah segitiga kayu besar. Pada suatu ketika,
karena ada pekerja yang kurang hati-hati, segitiga kayu ini roboh. Deba
yang berada di bawahnya tertimpa balok kayu yang besar dan berat. Ia
meninggal, 5 tahun setelah bekerja di pyramida …
Kematian
Deba membuat Nakht sangat berduka. Lima tahun bekerja di pyramida yang
pada hakekatnya adalah sebuah makam, ia tak pernah berpikir tentang
kematian. Kematian Deba mengingatkan Nakht bahwa semua kerja keras luar
biasa itu dilakukan demi satu orang, yaitu Raja. Seluruh rakyat
berhutang budi pada Raja, maka memberikan pengorbanan bagi raja adalah
suatu kehormatan.
Namun, apa sesungguhnya yang mendorong mereka secara suka rela membangun pyramida?
Raja Khufu’ meninjau pembangunan pyramida yang akan menjadi makamnya
Tulisan-tulisan
yang terdapat di dalam pyramida bercerita tentang perjalanan panjang
Raja, yang digambarkan sebagai elang, dengan bantuan angin topan, hujan,
dan guntur. Teks di dalam pyramida selalu menggambarkan akhir
perjalanan raja, yaitu menjadi di antara yang takkan musnah. Raja akan
mencapai keabadian, begitu juga setiap orang yang bekerja untuk
mewujudkan jalan raja menuju ke keabadiannya.
Sepuluh
tahun sesudah awal pembangunan pyramida besar, datang batu granit dari
penambangan Aswan yang berjarak 500 mil dari Giza. Jumlah batu granit
ini 9 buah, masing-masing beratnya 50 ton. Batu-batu granit ini akan
dipakai sebagai penutup puncak pyramida. Karena beratnya, dibutuhkan 200
orang untuk menarik satu blok batu ke atas. Pada sepertiga bagian atas
puncak pyramida, batu tidak bisa lagi ditarik melalui jalan landai di
samping pyramida, sehingga dibuat jalan berbentuk spiral yang menempel
di sekeliling puncak pyramida. Nakht yang sudah menjadi pekerja senior,
dipercaya oleh Hermiunu, arsitek pembangunan pyramida yang juga adalah
sepupu Raja, untuk memimpin penempatan batu-batu terpenting ini. Nakht
meminta semua batu ditandai tengah-tengahnya dengan sebuah garis dari
oker warna merah. Kemudian dengan memakai unting-unting, ia mengamati
hingga posisi garis oker merah itu tepat berimpit dengan sebuah tonggak
yang dipakai untuk menandai titik pusat pyramida. Dengan demikian, semua
blok batu berada pada posisi yang sangat tepat, tidak boleh salah
seinci pun. Kesalahan meletakkan posisi batu menyebabkan titik berat
pyramida bergeser, dan pyramida akan runtuh.
Pemasangan batu penutup puncak pyramida
Tinggi
Pyramida Khufu semula 146 meter, namun karena erosi selama ribuan
tahun, kini tingginya tinggal 136 meter. Hingga tahun 1889 ketika Menara
Eiffel (324 meter) dibangun di Paris, Pyramida adalah bangunan
tertinggi di dunia.
Di
dalam pyramida terdapat tiga buah ruangan. Ruangan pertama ada di bawah
tanah. Ruangan kedua berada di atasnya, dan ruangan ketiga terletak
paling atas. Di ruangan paling atas inilah jasad Raja Khufu akan
ditempatkan, tepat dibawah batu-batu granit penutup puncak pyramida yang
diletakkan oleh Nakht dan kawan-kawannya.
Pada
tahun 2463 SM Raja Khufu keluar dari istana untuk melihat makam yang
akan membuatnya abadi. Dengan ditandu oleh para pengawal raja, ia
menyusuri jalan yang sama, yang disusurinya 17 tahun lalu, pada saat
awal pembangunan pyramida.
Dini
hari pada musim semi tahun 2457 SM Raja Khufu wafat. Dalam sebuah peti
mati yang terbuat dari kayu cedar, jasadnya dibawa melalui sungai Nil ke
kuil yang berada di dekat pyramid. Di dalam peti itu tersimpan juga
emas dan kekayaan istana yang berkaitan dengan Tutankhamun. Dari kuil di
tepi sungai Nil, peti terlebih dahulu dibawa ke ruang bawah tanah di
dalam pyramid. Sesudah itu baru dibawa ke ruangan yang ada di atasnya,
dan selanjutnya ditempatkan di ruangan paling atas yang menjadi makam
Raja Khufu. Pada dinding sebelah utara ruangan teratas ini, terdapat
sebuah lobang yang menembus pyramid, dimana dari lobang ini dapat
dilihat titik hitam di langit yang dikelilingi bintang-bintang. Titik
hitam yang diyakini oleh Raja Khufu dan orang-orang Mesir sebagai surga
abadi. Raja Khufu dan orang-orang Mesir telah menemukan surga mereka,
dan membangun pyramid sebagai jalan menuju kesana. – source)
ref=> http://konspirasizionis.wordpress.com/2011/04/27/misteri-piramida-mesir-1/Subhanallah: Rahasia Membangun Piramida Firaun terdapat dalam al-Qur’an
Sejak lama para ilmuwan bingung bagaimana cara sebuah piramida
dibangun. Hal ini karena teknologi mengangkat batu-batu besar yang bisa
mencapai ribuan kilogram ke puncak-puncak bangunan belum ditemukan di
zamannya. Apa rahasia di balik pembangunan piramida ini?
Dalam edisi tanggal 1 Desember 2006,
Koran Amerika Times menerbitkan berita ilmiah yang mengkonfirmasi bahwa
Firaun menggunakan tanah liat untuk membangun piramida! Menurut
penelitian tersebut disebutkan bahwa batu yang digunakan untuk membuat
piramida adalah tanah liat yang dipanaskan hingga membentuk batu keras
yang sulit dibedakan dengan batu aslinya.
Para ilmuwan mengatakan bahwa Firaun
mahir dalam ilmu kimia dalam mengelola tanah liat hingga menjadi batu.
Dan teknik tersebut menjadi hal yang sangat rahasia jika dilihat dari
kodifikasi nomor di batu yang mereka tinggalkan.
Profesor Gilles Hug, dan Michel
Profesor Barsoum menegaskan bahwa Piramida yang paling besar di Giza,
terbuat dari dua jenis batu: batu alam dan batu-batu yang dibuat secara
manual alias olahan tanah liat.
Dan dalam penelitian yang dipublikasikan oleh majalah “Journal of American Ceramic Society”
menegaskan bahwa Firaun menggunakan jenis tanah slurry untuk membangun
monumen yang tinggi, termasuk piramida. Karena tidak mungkin bagi
seseorang untuk mengangkat batu berat ribuan kilogram. Sementara untuk
dasarnya, Firaun menggunakan batu alam.
Piramida, dan lumpur yang sudah diolah menurut ukuran yang diinginkan dibakar untuk diletakkan di tempat yang paling tinggi.
Lumpur tersebut merupakan campuran
lumpur kapur di tungku perapian yang dipanaskan dengan uap air garam dan
berhasil membuat uap air sehingga membentuk campuran tanah liat.
Kemudian olahan itu dituangkan dalam tempat yang disediakan di dinding
piramida.
Profesor Davidovits telah mengambil batu piramida yang terbesar untuk dilakukan analisis dengan menggunakan mikroskop elektron terhadap batu tersebut dan menemukan jejak reaksi cepat yang menegaskan bahwa batu terbuat dari lumpur. Selama ini, tanpa penggunaan mikroskop elektron, ahli geologi belum mampu membedakan antara batu alam dan batu buatan |
Dengan metode pembuatan batu besar
melalui cara ini, sang profesor membutuhkan waktu sepuluh hari hingga
mirip dengan batu aslinya.
Sebelumnya, seorang ilmuwan Belgia,
Guy Demortier, telah bertahun-tahun mencari jawaban dari rahasia di
balik pembuatan batu besar di puncak-puncak piramida. Ia pun berkata,
“Setelah bertahun-tahun melakukan riset dan studi, sekarang saya baru
yakin bahwa piramida yang terletak di Mesir dibuat dengan menggunakan
tanah liat.”
Selama ini, ilmuwan hanya mempunyai
jawaban yang fiktif soal cara membangun piramida Firaun. Bagaimana
mengangkat batu-batu besar yang jumlahnya mencapai 2,8 juta batu. Waktu
itu, mereka menyatakan secara fiktif bahwa orang Mesir kuno memiliki
kemampuan mengangkat jutaan batu yang beratnya sekitar lima atau enam
ribu kilogram!
Penemuan oleh Profesor Prancis Joseph Davidovits soal batu-batu piramida yang ternyata terbuat dari olahan lumpur ini memakan waktu sekitar dua puluh tahun. |
Sebuah penelitian yang luas tentang piramida Bosnia, “Piramida Matahari” dan menjelaskan bahwa batu-batunya terbuat dari tanah liat! Ini menegaskan bahwa metode ini tersebar luas di masa lalu. (Gambar dari batu piramida). |
Sebuah gambar yang digunakan dalam
casting batu-batu kuno piramida matahari mengalir di Bosnia, dan
kebenaran ilmiah mengatakan bahwa sangat jelas bahwa metode tertentu
pada pengecoran batu berasal dari tanah liat telah dikenal sejak ribuan
tahun yang lalu dalam peradaban yang berbeda baik Rumania atau Firaun!
Alquran Ternyata Lebih Dulu Punya Jawaban
Jika dipahami lebih dalam, ternyata
Alquran telah mengungkapkan hal ini dari beberapa ayat-ayat yang Allah
firmankan. Antara lain:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي
صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ
الْكَاذِبِينَ
“Dan berkata Fir’aun: ‘Hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka
bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku
bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan
Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang
pendusta.” (Al-Qashash:38)
Ayat ini menunjukkan rahasia dari
teknologi konstruksi yang digunakan untuk bangunan tinggi sebuah monumen
seperti disebutkan “buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi”. Teknik
ini didasarkan pada lumpur dan panas seperti dalam ayat: “Maka bakarlah
Hai Haman untukku tanah liat!”
Subhanallah! Ada bukti yang
menunjukkan bahwa patung-patung raksasa dan tiang-tiang yang ditemukan
dalam peradaban Rumania dan yang lainnya juga dibangun dari tanah liat!
Dapat dikatakan: bahwa keajaiban Al Qur’an menunjukkan cara untuk
membangun bangunan-bangunan dari tanah liat dan ini yang tidak diketahui
pada waktu turunnya Alquran hingga zaman modern saat ini.
Siapa yang memberitahukan kepada Nabi saw tentang berita ini?
Al-Quran adalah kitab pertama yang
mengungkapkan rahasia bangunan piramida, bukan para Ilmuwan Amerika dan
Perancis. Pertanyaannya adalah:
Kita tahu bahwa Nabi saw tidak pergi
ke Mesir dan tidak pernah melihat piramida, bahkan mungkin tidak pernah
mendengar tentangnya. Kisah Firaun, terjadi sebelum masa Nabi saw ribuan
tahun yang lalu, dan tidak ada satupun di muka bumi ini pada waktu itu
yang mengetahui tentang rahasia piramida. Sebelum ini, para ilmuwan
tidak yakin bahwa Firaun menggunakan tanah liat dan panas untuk
membangun monumen tinggi kecuali beberapa tahun belakangan ini.
Bagaimana Nabi saw sebelum 1400 tahun
yang lalu memberitahukan bahwa Firaun menggunakan tanah liat dan panas
untuk membangun monumen …
Ayat ini sangat jelas dan kuat
membuktikan bahwa nabi Muhammad saw tidaklah membawa apapun dari padanya
tetapi Allah yang menciptakan Firaun dan menenggelamkannya, dan Dia
pula yang menyelamatkan nabi Musa … Dan Dia pula yang memberitahukan
kepada Nabi-Nya akan hakikat ilmiah ini, dan ayat ini menjadi saksi
kebenaran kenabiannya pada zaman modern ini!!
Subhanallah! Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai akal.ref= > http://www.al-khilafah.org/2011/07/subhanallah-rahasia-membangun-piramida.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar