Walaupun plot dasarnya tetap sama dalam kedua versi kisah tersebut, namun perhatian teologis yang berbeda dari masing-masing tokoh shufi tersebut yang telah membuat mereka berbeda pendapat. Kisah bermula dalam gaya yang sama dalam kedua teks tulisan mereka, yaitu ketika Musa bertemu muka dengan Iblis, setelah dia bercakap-cakap dengan Allah di Gunung Sinai. Musa bertanya kepada Iblis tentang penolakannya untuk bersujud kepada Adam, Iblis menjawab bahwa hal itu merupakan dedikasinya yang tulus terhadap monoteisme yang ta akan memperbolehkan Iblis berpaling kepada yang lain selain Allah. Iblis kemudian menegur Musa karena membiarkan dirinya terpikat untuk memandang gunung daripada memfokuskan perhatiannya kepada Allah semata. Dalam tulisannya Al-Hallaj meneruskan kisahnya:
Musa berkata kepadanya, "Engkau mengabaikan perintah Allah!" Iblis menjawab, "Itu hanya sebuah ujian, bukan sebuah perintah." Musa berkata, "Tetapi tepa saja bentukmu telah mengalami banyak perubahan." Iblis menjawab, "Wahai Musa, itu hanyalah tipu muslihat. Keadaan ini sama sekali tidak dapat di jadikan patokan karena telah mengalami perubahan, sedangkan ma'rifatku masih sama kuatnya seperti sebelum ini, sekalipun pribadi jasmaniah telah banyak berubah."
Musa bertanya kepadanya, "Apakah engkau masih mengingat Allah sekarang ini?" Iblis menjawab, "Wahai Musa, mengingat kepada-Nya adalah mengingatku, dan mengingatku adalah mengingat-Nya."
"Bagaimana mungkin orang yang mengingat tetapi juga menyekutukannya?"
"Ibadahku sekarang lebih murni, waktuku lebih bebas dan dzikirku lebih jelas. Karena aku dulu mengabdi kepada Dia untuk kepentinganku sendiri, sekarang aku mengabdi kepada Dia untuk Dia."
"Kami telah menghilangkan hasrat untuk kepentingan diri sendiri dari perbuatan-perbuatan pelarangan dan penolakan, kerugian dan keuntungan. Dia telah mengucilkan aku, mengisiku dengan kerinduan, membingungkan aku, dan mengusirku agar aku tak berkumpul dan bergaul dengan orang-orang beriman. Dia menolakku untuk bisa bergabung dengan orang lain karena hasratku yang penuh dengan kecemburuan. Dia mengubah bentukku karena kebingunganku, Dia membingungkan aku karena pengusiranku, Dia mengusir aku karena pengabdianku, Dia membuat aku seperti sampah yang terbuang karena persahabatanku, Dia mencaci maki aku karena pujianku....Dia memisahkan aku karena keterbukaanku terhadap-Nya, Dia telah membuka jiwaku karena pencapaianku pada penyatuan. Dia telah menyebabkan aku penyatuan karena pengasingan diriku, Dia mengasingkan aku karena untuk menggagalkan sasaran hasratku."
"Demi kebenaran-Nya! aku tidak berbuat dosa pada ciptaan-Nya, aku tidak menolak rencana-Nya, aku tidak begitu memperhatikan perusakan bentukku, karena sepanjang kejadian-kejadian ini, aku mampu mengatasinya. Jika Dia harus menyiksaku dengan api-Nya selama-lamanya sampai hari akhir kelak, aku tetap tidak akan sujud kepada siapapun . Tidak juga aku akan merendahkan diri di hadapan siapapun atau tubuh jasmani manapun, karena aku tahu tidak ada musuh bagi-Nya, dan tidak juga Dia di peranakkan. Pengajaranku adalah pengajaran dorang-orang yang berkata kejujuran, dan aku adalah seorang pecinta yang tulus."
Dalam konteks Tawasin, bagian ini tidak meninggalkan keraguan tentang perbedaan antara Ibnu Ghanim dan Al-Hallaj terutama berkenaan dengan pendapat masing-masing pada keaslian pendapat Iblis. Namun Ibnu Ghanim sendirian dalam menerjemahkan percakapan Iblis ini sebagai kepura-puraan, suatu godaan yang halus dan di kerjakan dengan terampil terhadap Musa oleh Iblis. Al-Baqli, dalam penjelasannya atas kisah ini, menyingung pandangan shufi yang di hormati sepanjang zaman bahwa Iblis memiliki kekuatan untuk memperlihatkan diri dalam pandangan-pandangan spirtual dalam upaya untuk menimbulkan keraguan pada orang-orang saleh tentang keaslian dari keadaan spiritualnya. Hal ini telah di berikan secara khusus sebagai salah satu senjata spiritual Iblis yang paling kuat. Al-Baqli mengemukakan sebuah kisah tentang Iblis dan Musa di Gunung Sinai, yang sama dalam alur cerita Tawasin-nya Al-Hallaj, di mana Iblis tanpa rasa malu telah membuat suatu kebingungan untuk menjerat Musa;
Iblis berkata kepada Musa, "Darimana engkau?" Musa menjawab,"Dari shalatku kepada Allah." Iblis kemudian berkata, "Apakah engkau tidak mempertimbangkan bahwa suara-suara yang engkau dengar mungkin saja adalah suaraku?" Musa menjadi terganggu dan sangat marah. Allah Yang Maha Tinggi memanggilnya, "Wahai Musa, usirlah orang yang terkutuk ini dari hadapanmu! Karena hal ini adalah kesenangannya bermain dengan orang beriman."
Al-Baqli memperingatkan, tiap orang harus beranggapan bahwa ia tidak kebal terhadap ilusi yang di ciptakan oleh Iblis. Tidak hanya Musa, tetapi juga Isa, yang di tegur oleh Iblis dalam pertemuannya ketika berjalan di gunung, dengan berpura-pura sehingga Iblis dapat mengetahui dan memuji tingkat perkembangan spiritual yang luar biasa yang telah di capai Isa; "Wahai Isa, usaha kerasmu telah mencapai kelebihan yang sedemikian rupa, sehinga engkau sekarang adalah tuhan dunia dan Dia adalah Tuhan Langit!" Isa menyangkal status ketuhanan apapun dan menegaskan kembali peranannya sebagai hamba Allah yang rendah. Tetapi Iblis telah mengabaikan tujuannya dan bersumpah akan mengulangi godaannya kepada Isa. Tak lama setelah itu, Allah mengirimkan pimpinan para malaikat-Nya, Jibril dan Mika'il untuk menangkap dan mengikat Iblis, dan membawanya kedalam matahari. Tetapi dengan tiada gentar, Iblis merencanakan palariannya dan kembali untuk menghalangi Isa sekali lagi dalam perjalanan di gunung.
Dia berkata, "Wahai Isa, engkau adalah sang pencipta dunia, dan Dia adalah Tuhan langit!" Isa menjadi marah dan berteriak , sambil berkata, "Aku adalah hamba-Nya, dan dengan tanda-tanda di mana Dia memperlihatkan Diri-Nya sebagai Yang Maha suci, Tuhan Yang Maha Memberi." Setelah itu malaikat Israfil dan 'Izra'il datang dan menangkap Iblis, sosok yang terkutuk tersebut, dalam cara yang sama tiga ratus ribu malaikat datang sebagai bala bantuan. Mereka mengikat Iblis di lubang Matahari tempat di mana mereka memenjarakannya, mereka tetap menjaganya sampai Isa telah selesai dengan sholatnya.
Setelah beberapa hari, Iblis bertemu kembali dengannya dan berkata, "Wahai Isa, jika mereka tidak memenjarakan aku dalam lubang matahari, dan tidak mengikatku, dan tidak menempatkan tiga ratus ribu malaikat sebagai penjaga, maka aku akan memperlakukanmu seperti apa yang telah aku lakukan pada bapakmu Adam!"
Al-Baqli tanpa keraguan percaya bahwa pandangan Musa terhadap Iblis yang di gambarkan dalam kisah Al-Hallaj adalah sama nilainya dengan yang di alami oleh Musa dan Isa dalam dua kisah yang dia ceritakan. Selain itu, Al-Baqli sangat percaya bahwa tidak ada kebaikan dari suatu pandangan seperti itu, karena tidak mengandung kebenaran apapun selain kebenaran kekuatan pergulatan yang di miliki Iblis, bapak dari kebohongan dan guru dari tipu daya agama.
Jika Iblis telah melihat Adam sebagai cermin Allah, dalam cara di mana Musa merasakan kemukzizatan gunung, Iblis tentu akan bersujud tanpa banyak bertanya, yang memilih keinginan Allah terhadap dirinya, sebagaimana yang Musa lakukan. Namun tidak, dia sengaja membuat-buat perbedaan yang keliru antara amr Allah dan iradat-Nya, yang mengatakan bahwa perintah Allah hanyalah sebuah ujian. Bahwa perubahan bentuk Iblis yang nyata kelihatan, menjadi wujud setan, tidak meyakinkan dirinya untuk mengakui dosanya, hal ini hanya mendorong dia membuat-buat kebohongan yang lebih fantastis, pernyataan bahwa ma'rifatnya tetap kuat meski jasmaninya buruk.
Mungkin kita perlu memperhatikan keadaan Yusuf, Al-Baqli menambahka, untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi terhadap seseorang yang diilhami dengan pengalaman kontemplatif tetang Allah, karena ma'rifat Yusuf telah menyebabkan transformatif pada jasmaninya seperti juga pada batinnya. Pendeknya adalah, kutukan yang di jatuhkan kepada Iblis adalah sebuah kutukan yang sebenarnya, dia adalah seorang kafir sesungguhnya yang mencoba menyekutukan dirinya dengan Allah dengan menyatakan bahwa dia dapat meningkatkan keberuntungan dari Allah. Iblis telah tertutup hatinya, sombong dan terisolasi dari alam ketuhanan untuk selamanya.
Al-Jawzi memberikan versi yang lain dari kisah Iblis dan Musa dalam karyanya Kitab al-qussas walmudzakkirin di mana dia mengaitkan pemakaian kisah pada Ahmad Al-Ghazali kakak dari teologi mistik terkenal Abu Hamid Al-Ghazali. Kisah tersebut sebagaimana telah di ceritakan oleh Al-Ghazali melalui Al-Jawzi, berawal dengan cara yang sama seperti dalam Tawasin dari Al-Hallaj, Musa bertemu Iblis dalam perjalanan di gunung Sinai dan bertanya kepadanya tentang alasan penolakannya untuk bersujud di hadapan Adam.
"Tidak pernah! aku tidak akan pernah bersujud di hadapan manusia. Wahai Musa, engkau mengaku mengalami penyatuan dengan Allah, tetapi akulah monoteis yang sebenarnya yang tak pernah memberikan perhatian kepada yang lain selain Engkau berkata kepada Allah ; "Pandanglah aku!" tetapi engkau memandang kearah gunung. Aku lebih beriman kepada Alah daripada engkau dalam hal monoteisme. Dia berkata kepadaku, "Sujudlah kepada yang lain!" Aku tidak bersujud sedangkan engkau berpaling untuk melihat." (Al-Ghazali berkata, "siapa saja yang tidak belajar monoteis kepada Iblis, dia adalah orang yang bersifat mendua (zindiq)." Dan Musa berkata kepadanya, "Bentuk lahirmu telah berubah dari bentuk malaikat menjadi bentuk setan." Dia menjawab, "Bentuk itu berubah dan akan terus berubah. Wahai Musa, setiap saat Dia menambahkan cinta-Nya kepada seseorang yang lain selain aku, aku akan meningkatkan cintaku kepada-Nya." Musa bertanya kepada Iblis,"Apakah engkau masih mengingat-Nya?" Iblis menjawab, "Aku adalah seseorang yang selalu di ingat, yang Dia selalu mengingat: 'Bagimu kutukan-ku' Tidakkah Dia telah menggabungkan "Aku" (dalam kutukanKu) dan "engkau" (dalam bagimu) di dalam pernyataan kutukan itu?"
Pemakaian kisah ini oleh Ahmad Al-Ghazali ini banyak terdapat dalam modus Al-Hallaj, Iblis di gambarkan sebagai sosok yang paling tekun dari seorang monoteis yang ketaatan cintanya tidak berkurang, sekalipun oleh perubahan bentuk dan kutukan kepadanya. Sama sekali tidak terlihat ketercelaan moral yang dapat mendukung penafsiran Al-Baqli dari kisah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar