Assalamu 'Alaikum Wr. Wb.


Assalamu 'Alaikum Wr. Wb.


Pandangan Mata Selalu Menipu..

Pandangan Akal selalu tersalah..
Pandangan nafsu selalu melulu..
Pandangan hati itu yang hakiki..kalau hati itu bersih..

Semua Manusia Akan Rusak, Kecuali Orang Yang Berilmu.
Orang Yang Berilmu pun Akan Rusak, Kecuali Orang Yang Beramal.
Orang Yang Beramal pun Akan Rusak, Kecuali Yang Ikhlas.

.

by : Fandy Al-Qassam Scousers

Senin, 16 Juli 2012

Menyingkap Konspirasi terselubung Iran

Sejak bergulirnya revolusi Iran dibawah kepemimpinan Imam Khomeini, Iran berubah menjadi sebuah Negara digdaya di kawasan Arab. Kekuatan militer mereka berkembang pesat. Pun, mereka kerap melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan-kebijakan barat yang diskriminatif, dimana hanya negara- negara yang bernyali yang bisa melakukan hal tersebut. Tak pernah gentar terhadap gertakan Negara adidaya AS seputar pengembangan teknologi nuklirnya. Dan seringkali pula menunjukkan kepeduliannya atas negeri-negeri muslim yang lemah dan terjajah, walaupun hanya sekedar memberikan komentar pedas dalam forum-forum dunia. Dan begitu besar sikap permusuhannya terhadap Israel Yahudi yang telah banyak menelan jiwa kaum muslimin.

Sepak terjang Iran telah banyak  menarik simpati kaum muslimin dunia. Pasca runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani, kaum muslimin telah kehilangan pelindungnya. Dan kini Iran muncul menentang kezhaliman dunia Barat (kafir) terhadap dunia Islam ditengah kebisuan dan ketidakberdayaan para pemimpin-pemimpin negeri Arab. Hmmm.. Apakah Iran akan menjadi bagian dari seri sejarah keperkasaan Islam?
 
Secara kasat mata memang seperti itulah adanya. Namun sejarah telah berkata lain tentang Iran yang berakidahkan Syiah Ghulat (Rafidhah). Lihatlah bagaimana syiah mempunyai andil atas terbunuhnya sahabat Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam   yang mulia, Ali bin Abi Thalib. Begitu juga pengkhianatan mereka atas Husein rodhiallohu ‘anhu. Dan tak akan hilang dari catatan sejarah bagaimana syiah berkonspirasi dengan pasukan Tar-Tar untuk mengkudeta kepemimpinan Harun Ar-Rasyid. Sejarah justru bertutur bahwa Syiah adalah musuh besar bagi kaum muslim sunni.
 
Lalu bagaimana dengan Syiah Iran saat ini? Tindak-tanduknya memang terlihat pro terhadap Islam, tapi wajib diketahui bahwa orang-orang syiah adalah orang-orang yang pendusta. Saat ini mereka berkata A, sedetik kemudian mereka berpaling akan berubah menjadi B. Hal ini karena mereka memasukkan dusta sebagai bagian dari akidah (taqiyah). (Al-kafi: 2/219)
 
Banyak fakta telah terungkap bahwa pada kenyataannya permusuhan Iran justru tertuju kepada Islam itu sendiri. Lihatlah di Ibukota Iran, Teheran. Silahkan Anda hitung berapa banyak Masjid-Masjid Sunni jika dibandingkan dengan Sinagog (tempat peribadatan orang-orang Yahudi) ?! Tidak ada satupun Masjid sunni berdiri disana, justru Sinagog bertebaran hingga lebih dari 45 buah! Padahal populasi muslim sunni di Iran adalah terbesar kedua setelah Syiah. Itu hanya secuil bukti ketimpangan amal perkataan dengan fakta lapangan.
Mungkin banyak juga yang belum tahu kalau Imam Khomeini memimpin Revolusi dari tempat pengasingannya di Perancis. Tapi pasti kaum muslimin tahu kalau Perancis dan AS adalah sekutu intim. Tentu ada permainan diantara mereka bertiga; Khomeini, Perancis dan AS (dalam hal ini CIA). Pun pada masa kekuasaannnya Khomeni, Iran telah bermesraan dengan AS dan Israel. Kita bisa ketahui hal ini dalam kasus skandal “Iran kontra”.
Dan mungkin tidak banyak orang tahu kalau yang memuluskan jalan Amerika untuk menyerang Irak yang mayoritas Sunni salah satunya adalah Syiah Iran. Syiah Iran mengizinkan kapal induk Amerika memasuki wilayah perairan Teluk Persia Iran dan menjadikannya sebagai basis militer angkatan laut dan udara Amerika. Mereka juga memberikan bantuan berupa pemberian informasi intelijen ke AS. Seandainya memang Iran pro terhadap kaum muslimin tentunya hal itu tidak akan terjadi.
Adalah kenyataan yang tak dapat dipungkiri lagi bahwa Syiah memiliki kebencian yang mendalam kepada Sunni. Kita bisa dapati hal tersebut pada kitab-kitab rujukannya. Jika kita mau sedikit saja berusaha mencari informasi tentang hal ini, maka itu sudah cukup bagi kita untuk dapat menemukan sekian banyak bukti kekejaman syiah terhadap sunni. Mereka tega membantai 500 orang sunni yang berada dipenjara dengan cara merubuhkan penjara tersebut. Mereka tega membantai orang sunni hanya lantaran memiliki nama para sahabat yang mulia; Abu Bakar, Umar, dan Utsman . Mereka tega menggantung para ulama Sunni dengan tuduhan-tuduhan yang tak berbukti. Apakah seperti ini kelakuan pelindung umat?! Tidak, mereka hanya melindungi diri mereka sendiri sebagai syiah bukan sebagai bagian kaum muslimin sebagaimana yang kerap mereka gembar-gemborkan dihadapan publik.

Kini Iran tengah berusaha mengekspor revolusinya ke berbagai negara, terutama wilayah Arab. Di Libanon, Suriah dan Bahrain, Syiah telah menancapkan ideologinya. Mereka berusaha menguasai Negara-negara terusan Suez dengan maksud agar mempermudah suplai senjata kepada pejuang-pejuang mereka. Mereka telah masuk ke Eritrea yang miskin, dan sedang menuju ke gerbang laut merah yang mengontrol terusan Suez. Dari sini Iran dapat mengancam Yaman dan Arab Saudi dan meneruskan persenjataannya ke Sudan dan Mesir  Setidaknya itulah yang dikatakan oleh mantan panglima perang dan Ahli Strategi Mesir, Hussam Sweilem. Masih menurut Hussam Sweilem, bahkan Syiah Iran memiliki departemen tersendiri di kementrian dalam negeri yang menangani program ekspor ideology syiah ke luar negeri. (erm).

Namun keberanian Syiah menentang hegemoni AS telah menawan sebagian kaum Sunni yang awam. Sungguh seandainya Syiah menjadi mayoritas di negeri ini, maka niscaya nasib kita akan serupa dengan nasib saudara-saudara kita di Iran. (saif al battar/ syiah indonesia/arrahmah.com)

Sandiwara Syiah – Yahudi Kelabuhi Dunia Islam

Di antara metode yang ditempuh oleh para penggiat agama Syiah ialah dengan memanfaatkan sandiwara yang berjudul: Iran “bermusuhan” dengan Negara Yahudi dan Amerika.
Isu ini sangat efektif untuk menarik simpati umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Sampai-sampai terkesan bahwa negara Iran yang notabene adalah penganut agama Syiah adalah satu-satunya Negara pembela kepentingan umat Islam di zaman sekarang.
Karenanya tatkala Indonesia yang menjadi anggota Dewan Keamanan PBB turut menyetujui resolusi no.1747 yang hanya berisikan kecaman terhadap rakyat Iran atas kegiatannya pengayaan uranium, betapa solidaritas umat Islam di Indonesia begitu besar untuk menuntut Presiden SBY –semoga Allah Jalla wa Ala memberikan kebaikan kepadanya-, sampai-sampai DPR mengajukan hak interpelasi.
Dengan adanya kejadian ini, menjadikan masyarakat kurang peka terhadap berbagai trik para penggiat agama Syiah bahkan menjadi lebih terbuka untuk menerima berbagai keanehan ajaran mereka.
Saudaraku…
Agar anda tahu apa sebenarnya isu “permusuhan” dengan bangsa Yahudi, saya mengajak saudara untuk merenungkan beberapa fakta berikut:
  1. Iran adalah Negara yang memiliki komunitas Yahudi terbesar setelah Israel. Menurut sumber resmi pemerintah Iran, jumlah pemeluk agama Yahudi di Iran berkisar antara 25-30 ribu penduduk. Bahkan di kota Teheran ada lebih dari 10 Sinagogue (tempat ibadah umat Yahudi). Akan tetapi, masjid-masjid Ahlu Sunnah tidak satupun yang mereka biarkan berdiri tegak disana. Bukan sekedar itu saja, orang-orang Yahudi diberi ruang yang begitu istimewa, yaitu dengan diberikan kesempatan untuk memiliki perwakilan di parlemen. Sebagaimana umat Yahudi di Iran memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan para penganut agama Syiah. Suatu hal yang tidak mungkin dirasakan oleh komunitas Ahlu Sunnah. Bahkan komunitas Yahudi Iran hingga saat ini bebas untuk berkunjung ke karib-kerabat mereka di Israel, tanpa ada gangguan sedikitpun baik dari pemerintah Iran atau penduduk setempat. [1]
  2. Adanya hubungan perdagangan  antara Iran dan Yahudi. Sejak zaman Syiah Pahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Zionis Yahudi. Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syiah yang dipimpin oleh Khumaini. Pada tahun 1982 M, Yahudi menjual persenjataan yang berhasil mereka rampas dari para pejuang Palestina di Lebanon dengan harga  100 juta dolar Amerika [2]. Bahkan pada tahun 1980-1985, Zionis Yahudi merupakan Negara pemasok senjata terbesar ke Iran [3]. Sandiwara “permusuhan” Iran dan Yahudi mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Yahudi ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya di tembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan, Iran membeli persenjataan dari Yahudi seharga 150 juta dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan [4].
  3. Perdagangan antara kedua Negara (Iran & Yahudi) hingga kini juga terus berkelanjutan. Sebagai salah satu buktinya, harian Palpress News Agency Edisi 25/04/2009 melaporkan bahwa di kota Teheran, telah dipasarkan buah-buahan yang diimpor dari Yahudi.
  4. Bila anda mengikuti berita international, Anda pasti pernah membaca pemberitaan bahwa pada hari selasa 12/1/2010 ahli nuklir Iran yang bernama Masoud Ali-Mohammadi yang berdomisili di kota Teheran ibukota Iran, tewas di dekat rumahnya akibat serangan bom. Kementrian luar negeri Iran langsung menuduh kaki tangan AS dan Yahudi di balik serangan bom itu. Aneh bukan? Iran telah memiliki bukti bahwa Yahudi dan Amerika telah mengadakan serangan di Teheran dan telah menewaskan ahli nuklirnya. Walau demikian, tidak ada reaksi pemerintah Iran dan para penganut Syiah tetap berdarah dingin dan tidak satupun tentara Iran yang dikirim untuk membalas serangan tersebut.

Masyarakat Yahudi Di Iran

 Tidak banyak orang yang tahu bahwa penduduk Yahudi kedua terbesar setelah Israel tidaklah tinggal di Amerika atau Eropa melainkan justru tinggal di Iran!  Bukankah Iran berseteru berat dengan Israel dan bahkan Ahmadinejad mempertanyakan kebenaran jumlah korban Holocaust Ya. Saat ini ada sekitar 50.000 penduduk Yahudi di Iran dan mereka bahkan punya perwakilan di parlemen Iran! Meski pemerintah Iran berseteru dengan Israel tapi mereka menetapkan diri untuk tinggal di Iran dan tidak bersedia untuk dibujuk pindah ke Israel. Bahkan ketika pemerintah Israel merencanakan untuk membayar keluarga Yahudi Iran yang mau pindah ke Israel sebesar $60,000, Masyarakat Yahudi Iran mengecamnya dengan pernyataan :
” Identitas Yahudi Iran tidak bisa dibeli dengan uang. Masyarakat Yahudi Iran adalah termasuk penduduk Iran tertua. Yahudi Iran mencintai identitas dan budaya Iran mereka. Jadi ancaman dan rayuan politis kekanakan semacam ini tidak akan berhasil.”
Lantas bagaimana kehidupan mereka jika Iran dan Israel berseteru? Apakah hak hidup dan hak minoritas mereka diakui? Meski Iran dianggap sebagai negara yang tidak toleran di mata Barat, utamanya dalam perseteruannya dengan Israel, pemerintahnya justru memberikan tempat dan perlindungan bagi warga Yahudi Iran. Bapak Revolusi Iran, Imam Khomeini, melindungi agama dan penduduk Yahudi dan, seperti Kristen Armenia, mereka dianggap sebagai Ahli Kitab dan mendapatkan kebebasan menjalankan agama mereka berdasarkan Konstitusi Islam Iran Th. 1979. Imam Khomeini membedakan antara masyarakat Yahudi dengan Zionisme dan menganggap penduduk Yahudi tersebut sebagai warganegara Iran belaka dan melindungi hak-hak mereka.

Jangan mudah juga percaya bahwa Syiah itu betul-betul memusuhi Yahudi. Kehidupan Yahudi di Iran pun tenang-tenang saja, mereka diberi hak-haknya sebagaimana umat Yahudi di Iran memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan para penganut agama Syiah. Suatu hal yang berbeda tidak bisa dirasakan oleh komunitas muslim sunni disana. Bahkan komunitas Yahudi di Iran hingga saat ini bebas untuk berkunjung ke karib kerabat mereka di Israel, tanpa ada gangguan sedikitpun baik dari pemerintah iran atau penduduk setempat disana..

 Berdasarkan Konstitusi tersebut masyarakat Yahudi Iran dapat memilih perwakilannya di parlemen Iran dan menikmati hak-hak administrasi mandiri tertentu. Penguburan dan hukum perceraian Yahudi diterima oleh pengadilan Islam Iran. Bahkan penduduk Yahudi Iran juga kena wajib militer.

Padahal Sunni Iran mengalami penekanan dan penindasan yang sistematik selama bertahun-tahun. Pemimpin mereka, seperti Ahmed Mufti Zadeh dan Syeikh Ali Dahwary, dipenjarakan kemudian dibunuh. Pemerintah Iran juga menghancurkan masjid-masjid kaum Sunni, bahkan adzan kaum Sunni pun dilarang oleh pemerintah Iran.

Hebatnya, seakan berbanding terbalik, Sinagog Yahudi justru banyak bertebaran di seantero Iran, di Teheran sendiri ada 10 tempat ibadah kaum Yahudi laknatullah tersebut. Mereka aman, sejahtera, dan sentosa.
Situasi kegetiran kaum Sunni Iran pun sangat menyedihkan. Mereka hidup di pinggiran dan perbatasan. Sementara kaum Syiah dan Yahudi menghuni kawasan kota-kota besar di Iran. Apa arti dari ini semua? Apakah betul Syiah memusuhi Yahudi?
Hubungan kekerabatan ini amat wajar sekali terjalin, karena Syiah sendiri adalah hasil makar Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi gembong munafik yang menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keislaman yang geram melihat Islam tersiar dan tersebar di jazirah Arab, di Imperium Romawi, negeri-negeri Persia sampai ke Afrika dan masuk jauh di Asia, bahkan sampai berkibar di perbatasan-perbatasan Eropa.
Maka itu tak heran pula ajaran Syiah mirip dengan Yahudi. Sebagai contoh Orang Yahudi mengatakan yang layak memegang kekuasaan adalah keluarga Dawud. Sedangkan kata Syi’ah tidak layak menduduki imamah (kekuasaan) kecuali anak turun ‘Ali bin Abi Thalib (Ahlul Bait).
Yahudi mengganti kitab Taurat dengan talmud, sedangkan Syiah merubah kitab suci Al-Qur’an dengan al-Jamiah, al-Jufr dan Mushaf Fatimah.
maka, suatu hal yang ironis ketika kelompok Syiah di Indonesia malah menyerukan persatuan..tentu ada misi lain dibalik seruannya tersebut..
Penyangkalan Holocaust
Ahmadinejad beberapa kali menyampaikan slogan “Hapuskan Israel dari Peta” dan mempertanyakan jumlah korban Holocaust selama Perang Dunia II yang dianggapnya berlebihan.
Mr Mohtamed, perwakilan warga Yahudi di parlemen, menentang sikap presidennya – yang menunjukkan bahwa warga yahudi bisa dengan bebas menyampaikan pendapatnya di Iran. Ia juga mengutuk keras pameran kartun tentang Holocaust oleh koran Iran yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Meskipun menentang pemerintah Israel, pemerintahan Ahmadinejad baru-baru ini menyumbangkan sejumlah dana ke Rumah Sakit Yahudi Teheran, satu diantara hanya empat RS Yahudi di seluruh dunia yang dananya disumbang dari masyarakat yahudi yang tersebar – sesuatu yang agak aneh mengingat bahwa bahkan organisasi bantuan lokal pun kesulitan menerima bantuan dana dari luar Iran karena takut dianggap sebagai antek asing.

Ciamak Morsathegh, direktur RS ini berkata, :”Anti Semitism bukanlah fenomena Timur, bukan juga fenomena Islam atau Iran. Anti Semitism adalah fenomena Eropa,” Ia menambahkan bahwa orang Yahudi di Iran, bahkan dalam kondisi yang paling buruk pun, tidak pernah mengalami penderitaan seperti orang-orang Yahudi di Eropa.
“Dengarkan saya, komunitas Yahudi disini tidak menghadapi kesulitan. Posisi kami tidak seburuk yang diperkirakan orang di luar Iran. Kami menjalankan agama kami dengan bebas, kami merayakan perayaan keagamaan kami, dan kami juga punya sekolah dan Taman Kanak-kanak sendiri.” kata Farangis Hassidim pekerja Yahudi di RS tersebut.
Bagaimana dengan komunikasi dengan sanak famili yang ada di Israel? Sambil memotong daging, Hersel Gabriel si penjagal bercerita bahwa ia mengira akan mendapat masalah ketika kembali dari Israel, nyatanya petugas imigrasi tidak berkata apa pun tentang hal tersebut.
“Apa pun yang dikatakan di luar itu bohong semua –kami hidup nyaman di Iran – kalau kita tidak berpolitik dan tidak mengganggu mereka maka mereka juga tidak mengganggu mereka.” katanya
Pelanggannya, Giti, ibu rumah tangga berusia paruh baya , sepakat dan berkata bahwa ia dengan mudah berbicara pada dua orang anaknya di Tel Aviv di telpon ataupun mengunjungi mereka.
“Tidak ada masalah pergi ataupun kembali; saya pergi ke Israel sekali lewat Turki dan sekali lewat Cyprus dan tidak ada masalah sama sekali.
“Yang lucu adalah bahwa sebelum revolusi islam di Iran, mungkin hanya ada 20 orang tua yang beribadah di sinagog,” bisik Nahit Eliyason, 48, sambil melewati empat wanita lain untuk mencari tempat duduk yang kosong di Sinagog. “Sekarang tempat ini penuh. Sulit untuk mencari tempat kosong.”
Paris Yashaya, produser film yang mengetuai komunitas Yahudi Teheran menambahkan, : “Kami lebih kecil dalam jumlah, tapi lebih kuat dalam segi lain.”
Sebagai masyarakat non-muslim, orang-orang Yahudi diperbolehkan menyimpan minuman keras di rumahnya dan berdansa.
“Kadang-kadang saya pikir mereka lebih toleran terhadap orang Yahudi ketimbang pada diri mereka sendiri….. Kalau kami berkumpul di rumah, dan keluarga sedang merayakan upacara dengan anggur dan musik yang terlalu keras, dan jika mereka tahu bahwa kami Yahudi maka mereka tidak akan menegur kami, ” kata Eliyason
“Dimana-mana di dunia ada orang yang tidak suka pada orang-orang Yahudi. Di Inggris mereka menggambar swastika (lambang Nazi) di kuburan Yahudi. Saya tidak beranggapan bahwa Iran lebih berbahaya bagi orang Yahudi ketimbang di negara lain.


Politik Luar Negeri Iran
Syariah Islam telah mewajibkan kita memandang kaum Muslim sebagai satu umat, bukan sebagai bangsa, umat dan negara yang dipisahkan oleh batas-batas nasionalisme (nation state) yang memecah-belah umat. Nasionalisme bahkan telah menjadi pelindung rezim-rezim bentukan kafir imperialis untuk melayani kepentingan penjajahan.

Fakta politik Iran yang diadopsi selama tiga dekade ini jauh dari pandangan terhadap umat Islam sebagai satu kesatuan. Yang terjadi tidak lebih slogan-slogan yang bersinar, tetapi kosong tanpa isi.
Politik luar negeri rezim Republik Iran menegaskan kecenderungan nasionalisme dalam pemikiran dan tindakan praktis. Politiknya saat ini tidak satu hari pun ditujukan untuk menyatukan umat Islam dalam kerangka Islam, yang mengharuskan bangunan Negara Islam yang menyeluruh, secara praktis dan riil, bukan sekadar terori ataupun ucapan.

Republik Iran dalam hubungan dengan entitas-entitas yang ada di Dunia Islam sama sekali tidak menoleh pada tuntutan-tuntutan syariah Islam. Kedaulatan dalam hubungan-hubungan ini bukan untuk ideologi Islam. Sebaliknya, hubungan-hubungan ini dibangun di atas asas rusak yang mengokohkan kondisi bencana di Dunia Islam yang diciptakan oleh penjajah. Rezim Iran merasa tenteram berkoalisi dengan rezim diktator Baats sekular di Suriah; bukan hanya dalam konteks menghadapi Saddam Husein, tetapi sampai detik ini saat rezim Baats di Suriah melakukan kejahatan terhadap rakyatnya sendiri. Ini seperti kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Syah terhadap penduduk Iran pada masa lalu.

Manuver-manuver politik dan militer Iran selama ini adalah untuk menancapkan hegemoni dan pengaruh di Teluk Islami. Perdebatan seputar apakah ini Teluk Persia atau Teluk Arab pun terus saja berlangsung. Pada saat yang sama , Amerika terus meluaskan hegemoninya terhadap wilayah teluk tersebut. Hal ini merupakan bukti latar belakang nasionalisme rasisme dari politik luar negeri Iran.

Kita pun menemukan bahwa rezim Iran menyambut pendudukan Amerika di Afganistan dan berkerjasama dengan Amerika. Padahal yang wajib secara syar’i adalah keharusan menolong anak-anak umat melawan pendudukan dan berjuang untuk menghalangi pendudukan Amerika atas tanah umat Islam dimanapun itu.
Demikian juga di Irak. Di wilayah ini Iran sengaja melakukan normalisasi situasi di bawah pendudukan Amerika melalui jemaah-jamaah di negeri tersebut yang memiliki kedekatan loyalitas kepada Iran. Iran memberikan instruksi kepada jamaah-jamaah itu agar berkoordinasi dengannya dan berbuat dengan arahan-arahannya. Bahkan ini dilakukan sampai pada tingkat di mana Iran bekerjasama secara resmi dalam pertemuan-pertemuan koordinatif keamanan langsung yang disupervisi oleh agresor Amerika, dan berikutnya dilakukan kunjungan presiden Iran ke Irak di bawah pendudukan. Presiden Iran bertemu dengan pilar-pilar pemerintahan kaki-tangan pendudukan di dalam wilayah hijau yang dikontrol sepenuhnya oleh penjajah.
Padahal syariah mewajibkan untuk tidak mentoleransi Amerika untuk menduduki Irak. Jika pendudukan itu terjadi secara paksa terhadap kaum Muslim, maka syariah mewajibkan untuk mengangkat panji jihad secara terang-terangan dan terbuka untuk membebaskan tanah islami, bukannya menekan agresor untuk membagi hasil-hasil pendudukan. Dulu kaum Muslim mampu menghinakan Soviet di Afganistan dan menimpakan kerugian sangat memalukan terhadap pendudukan Barat hari ini. Demikian juga kaum mujahidin mampu membuat hidung Yahudi tersungkur di Lebanon. Mereka mampu mengusir Amerika dan salibis di belakang mereka dari Irak dan Afganistan. Akan tetapi, saat tiba waktunya bagi Iran untuk mengusir Amerika, pemimpin Iran justru menyatakan bahwa seandainya tidak ada kerjasama Iran niscaya Amerika tidak bisa menduduki Afganistan!

Surat kabar Ash-Sharq al-Awsath London, pada tanggal 9/2/2001, mengutip pernyataan mantan Presiden Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, “Sesungguhnya seandainya kekuatan Iran tidak membantu dalam memerangi Taliban, niscaya orang-orang Amerika tenggelam di lumpur kekalahan Afganistan”. Ia menambahkan, “Amerika harus tahu bahwa seandainya bukan karena pasukan rakyat Iran, niscaya Amerika tidak mampu menjatuhkan Taliban.”

Pada 15/1/2004 Muhammad Ali Abthahi, Wakil Presiden Iran untuk urusan perundang-undangan dan parlemen, berdiri dengan bangga pada penutupan Konferensi Teluk dan Tantangan Masa Depan di Abu Dhabi UEA, untuk mengumumkan bahwa negerinya memberikan banyak bantuan kepada Amerika dalam Perang Amerika melawan Afganistan dan Irak. Ia menegaskan “Seandainya tidak karena kerjasama Iran niscaya Kabul dan Baghdad tidak akan jatuh dengan begitu mudah.”
Iran juga menyatakan siap memberikan bantuan kepada rezim Karzai ( boneka Amerika) di Kabul dengan menggelontorkan jutaan dolar!

Bukankah di dalam semua itu terdapat unsur normalisasi dengan pendudukan Amerika! Kita melihat Amerika mendirikan instalasi dan pangkalan militer besar yang menjamin hegemoni dan kontrol mereka terhadap Irak dan Afganistan. Sekarang kita melihat Iran menutup mata terhadap persetujuan para pengikutnya dari kaki-tangan Amerika di Irak atas kelangsungan pangkalan militer Amerika di Irak pasca akhir tahun 2011, menyalahi perjanjian yang telah disepakati.

Adapun tentang masalah Palestina, syariah telah mewajibkan pembebasan setiap jengkal Tanah Palestina. Hal itu tidak akan terjadi dengan mendukung organisasi-organisasi bersenjata yang tidak memiliki kendali atas urusannya sedikit pun; tidak pula dengan jalan pendeklarasian Hari Tahunan untuk al-Quds di Ramadhan setiap tahun; bukan pula dengan jalan koalisi dengan rezim Suria yang concern untuk tidak mengganggu Yahudi meski pun Yahudi mengangkangi Dataran Tinggi Golan! Waktu selama tiga puluh tahun telah membuktikan bahwa berbagai festival dan konferensi atas nama al-Quds dan al-Aqsha tidak berguna sedikit pun. Bahkan semua itu justru memberi kesempatan kepada negara Yahudi untuk menancapkan keyahudian al-Quds, bahkan keyahudian Palestina seluruhnya. Seandainya rezim Iran bersungguh-sungguh dengan slogan-slogan pembebasan al-Aqsha dan al-Quds yang dia usung, niscaya rezim Iran mengambil jalan dan sarana yang bisa secara riil mengantarkan pada pembebasan al-Quds itu, bukan sekadar ucapan.
Lalu tentang sikap Iran terhadap rezim Baats yang sedang berkuasa di Suriah, maka sikap Iran yang berdiri di samping rezim diktator penjahat di Suria merupakan jerami yang bisa mematahkan punggung unta. Kita tidak tahu apakah ada waktu luas bagi Iran untuk membebaskan dirinya sendiri dari dilema yang menyakiti dirinya sendiri dan menodai seluruh sejarah revolusionernya. Sebab, menyeruak pertanyaan berikut: Jika Revolusi Iran telah bangkit melawan kezaliman dan kejahatan Syah dan itu berhak mendapat dukungan umat yang besar pada waktu itu, lalu bagaimana hari ini Iran akan menjustifikasi sikapnya yang berdiri di samping rezim Baats di Suriah yang sebanding dalam kejahatannya dengan apa yang dilakukan oleh Syah Iran?
Rezim Baats membunuh hamba-hamba Allah SWT, menumpahkan darah mereka, mematahkan tulang-tulang mereka, mencabut kuku anak-anak mereka dan mengusir keluarga mereka setelah pemutusan aliran air dan listrik dari rumah-rumah mereka, tanpa memperhatikan kehormatan bulan Ramadhan yang mulia sedikitpun! Semua itu dilakukan setelah puluhan tahun pelaksanaan sekularisme yang menodai kesucian dan kehormatan Islam dan menyebarkan dosa dan perilaku hina!

Republik Iran dengan sikap-sikapnya hari ini berdiri di samping Bashar Asad telah mengembalikan memori akan sikap Iran dulu kepada sang bapak diktator (Hafezh Asad). Sebab, bagaimana mungkin rezim Iran mendukung rezim Baats kafir dalam perangnya terhadap warga Suriah, sementara pada waktu yang sama rezim Iran angkat suara memprotes tindakan-tindakan Shaikh Bahrain melawan orang-orang yang melakukan revolusi di Bahrain?! Bukankah di dalam hal ini terdapat pertentangan yang tampak jelas bagi setiap orang yang berakal?!

Ucapan bahwa rezim Suria adalah rezim perlawanan dan mendukung perlawanan Islam yang menyungkurkan hidung Yahudi di Lebanon tidak bisa membenarkan untuk berdiri di samping rezim zalim tersebut melawan rakyat yang dizalimi. Apalagi fakta yang ada membuktikan bahwa slogan perlawanan yang diusung oleh rezim keluarga Asad hanyalah slogan tipuan  yang dijadikan alat untuk mengokohkan hegemoni dan kontrolnya terhadap Suriah dan penduduknya. Pimpinan rezim ini dengan jelas mengumumkan bahwa tujuan strategisnya adalah perdamaian dengan entitas Yahudi, dan bahwa dukungan perlawanan hanyalah untuk tahapan sementara sampai perundingan bisa mencapai perdamaian itu. Sekarang kita melihat bahwa pemerintahan keluarga Asad menuju kematian dengan cepat, sementara rakyat Suria terus bertahan. Kemaslahatan Iran yang hakiki adalah bersama warga Suria yang terus bertahan dan bukan bersama seseorang yang mulai jatuh.
Selama ini Iran mendeklarasikan untuk mencegah meletusnya fitnah (pertikaian) sektarian Sunni-Syiah. Akan tetapi, politik Iran di Afganistan, Irak, Teluk, Lebanon dan Suria telah melayani fitnah sektarian dan bukannya meredakannya. Sikap Iran hari ini yang berdiri di samping rezim Baats di Suria justru akan menambah krusial bahaya terjatuh dalam lumpur fitnah sektarian itu. Sikap Iran yang terus bersandar pada politik nasionalisme Persia dan membeda-bedakan Revolusi Bahrain dan Revolusi Suria, mendukung yang ini dan memerangi yang itu, justru akan menguatkan permusuhan. Sungguh itu merupakan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan oleh sejarah.

Jika saudara-saudara di Iran memiliki niat yang tulus untuk membahas masalah-masalah ini dengan jujur dan transparan, maka kami menyambutnya. Mereka akan menemukan bahwa hati dan pikiran kami menyambut terbuka diskusi serius dan ditujukan untuk menolong agama ini dan meninggikan kalimat Allah. Adapun hanya berhenti pada solusi-solusi dangkal dan kosmetik formalistik seraya jauh dari politik Islam yang murni, maka tidak akan menambah bagi rezim Iran kecuali kejauhan dari kami dan seluruh umat ini.

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ
Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya (QS Yusuf [12]: 21)
Foot Note:
[1] Roger Cohen of The International Herald Tribune, 22 Februari 1999
[2] Al-Harbul Musytarakah Iran wa Israil. Husain Ali Hasyimi, hal.35
[3] Ibid
[4] Ibid Hal.23
Dari Berbagai Sumber www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar